Kalian pernah mendengar april mob, atau pernah menonton
serial anime yang berjudul “Shigatsu Wa Kimi No Uso “ atau kebohongan di bulan April, nah
ternyata itu semua berasal dari tragedi Holocaust. Apakah benar? Mari kita
buktikan.
Setiap
tanggal 21 April pukul sepuluh pagi waktu Tel Aviv, orang-orang Zionis biasanya
menghidupkan sirene dan alarm di segenap penjuru Palestina yang dirampas.
Seluruh orang Yahudi di Palestina maupun di luar Palesitna berdiri selama satu
menit untuk berkerubung,
sebagaimana yang mereka klaim, atas pembantain 6 juta orang Yahudi oleh Nazi
Jerman dengan mengurung dan mengeksekusi mereka di kamar gas di bawah perintah
Hitler.
Jumlah
yang fantastis ini hanyalah sebuah rekayasa. Hal tersebut akan kami jelaskan
secara rinci. Namun sebelum itu perlu diingat bahwa genosida tersebut dilatar
belakangi oleh pengkhianatan, sebagaimana biasa mereka lakukan, terhadap
perjanjian mereka dengan Hitler, dengan melarikan aset emas mereka ke Swis
kemudian diteruskan ke Amerika.
Kekayaan
yang mereka kuras dari keringat dan darah rakyat Jerman dan Eropa secara umum
ini kemudian menjadi kekuatan modal dan senjata lobi Yahudi untuk menikmati
tatanan dunia baru dan nyaris menyetir kebijakan dunia internasional yang
menutup mata terhadap perbuatan mereka di bumi Palestina dan saudara-saudara kita di sana, pemberangusan,
penghancuran, embargo, dan pengusiran. Oleh karena itu reaksi Hitler merupakan
sesuatu yang wajar terjadi.
Selain
itu penangkapan terhadap orang-orang yang terlibat dalam kegiatan mata-mata dan
pelarian aset, kemudian penjatuhan hukuman juga dilakukan Nazi terhadap
orang-orang Jerman sendiri dengan tuduhan makar dan pengkhiatan tingkat tinggi.
Jumlah
orang-orang Yahudi yang ditangkap sesungguhnya kurang dari tiga ratus ribu
jiwa. Tetapi jumlah ini kemudian digelembungkan secara fantastis oleh
propagandis Yahudi menjadi enam juta jiwa. Faktanya jumlah orang Yahudi di
seluruh Eropa termasuk Rusia pada waktu itu tidak mencapai setengah angka
tersebut. Jelas genosida enam juta Yahudi merupakan propaganda fiktif.
Berdasarkan
data statistik Eropa sebelum Perang Dunia II jumlah total Yahudi di Eropa ialah
6,5 juta jiwa. Artinya Yahudi di Eropa musnah pascaperistiwa Holocaust. Ini pun
dengan mengenyampingkan data keimigrasian Eropa yang mencatat gelombang migrasi
1,5 juta Yahudi Jerman periode 1933 – 1945 ke Inggris, Swedia, Spanyol,
Australia, China, India, Palestina dan Amerika Serikat.
Pada
tahun 1939 berdasarkan data statistik pemerintah Jerman terjadi migrasi 400.000
(empat ratus ribu) Yahudi dari Jerman, dan 480.000 (empat ratus delapan puluh
ribu) orang dari Austria dan Cekoslovagia, dan dua juta orang lebih ke Uni
Soviet. Migrasi besar-besaran ini merupakan rangkaian dari misi pemukiman
Yahudi di Madagaskar, tetapi mereka merubah arah ke berbagai negara, sementara
aset mereka tidak berhasil disita. Jika harta mereka berhasil dirampas Nazi
saat itu tentu mereka tidak akan menguasai perekonomian dunia seperti hari ini.
Data-data di atas menunjukkan bahwa
populasi Yahudi Eropa tidak lebih dari dua juta orang. Hal ini dikuatkan oleh
data tahun 1938 yang mana jumlah populasi Yahudi di seluruh dunia 16,5 juta
jiwa. Jika korban Holocaust benar 6 juta jiwa tentu yang masih hidup tinggal
10,5 juta jiwa. Tetapi data sepuluh tahun setelah peristiwa tersebut, tahun
1948, diumumkan bahwa jumlah orang-orang Yahudi di dunia ialah 18,5 juta jiwa.
Jika jumlah korban Holocaust 6 juta jiwa selama Perang Dunia II, mustahil
pertumbuhan 10 juta orang yang tersisa dalam sepuluh tahun menjadi 18,5 juta.
Tidak
satu teori kependudukan pun membenarkan angka pertumbuhan ini. Dengan demikan
Holocaust tidak lebih dari sebuah kebohongan terbesar dalam sejarah; enam juta
orang Yahudi terbunuh, padahal total jumlah mereka di Eropa tidak lebih dari
dua juta orang. Di samping itu tidak semua negara Eropa berhasil dikuasai
Jerman.
Skandal
lainnya ialah cerita tentang ruangan gas tempat berlangsungnya eksekusi dengan
gas bercun. Cerita ini tidak benar, tidak ada satu pun sesuatu yang dapat
disebut sebagai gudang gas yang dapat menampung ribuan orang di mana
orang-orang Yahudi ditempatkan untuk dieksekusi dengan gas beracun. Yang ditemukan hanyalah ruangan
kecil tempat memproduksi insektisida dan pestisida. Tidak dipungkiri terjadinya
pembakaran tubuh manusia, tetapi dilakukan terhadap mayat korban penyakit typus
yang memakan banyak korban pada tahun-tahun terakhir perang karena berkurangnya
pelayanan kesehatan setelah hancurnya bunker-bunker bawah tanah milik Jerman.
Tidak
masuk akal pula Jerman menghabiskan energi dan bahan bakar yang begitu besar
untuk mengeksekusi dan membakar 6 juta orang padahal mereka sangat
membutuhkannya di front-front tempur melawan Sekutu.
Keterangan
di atas dikuatkan oleh sejarawan Prancis Paul Rassinier yang waktu itu bertugas
di salah satu kamp yang disebutnya sebagai kamp produktif penyangga perang
dalam bukunya The Drama of The European Jews. Dalam bukunya tersebut Rassinier
mengemukakan keterangan yang mengejutkan. Menurutnya dokumentasi-dokumentasi
yang dipublikasikan kepada dunia sebenarnya merupakan bagian dari arsip
pemerintah Jerman sendiri.
Foto-foto
itu oleh Pemerintah Jerman dimaksudkan untuk mendokumentasikan dan
mempublikasikanburuknya wabah kelaparan dan penyakit Typus di Jerman, khususnya
pada tahun terakhir berlangsungnya perang. Foto utama yang dijadikan barang
bukti genosida Yahudi pada Mahkamah Nurnberg tidak lain adalah foto korban
bombardir pesawat-pesawat sekutu
di kota Dresden Jerman tanggal 13-15 Februari 1945.
Peristiwa
itu sendiri termasuk menimbulkan kerusakan terparah selama Perang Dunia II;
9.000 ton yang dijatuhkan ke kota tersebut meratakan 24.866 buah rumah dari
28.410 rumah yang ada waktu itu, menghancurkan 72 sekolah, meluluhlantakkan 22
rumah sakit, 18 gereja, 5 gedung teater, 50 bank, 61 hotel, dan 31 pusat
perdagangan. Diperkirakan 25.000 – 35.000 orang meregang nyawa menjadi korban.
Jika
sejarah tidak lupa mencatat, sesungguhnya orang-orang Yahudi pada awalnya
merupakan sekutu Hitler, karena menurut asumsi mereka Hitler akan memenangkan
perperangan. Kedekatan mereka ini dibuktikan dengan diizinkannya mereka pada
awalnya berimigrasi ke Amerika Serikat. Hitler baru bertindak represif menindas
mereka setelah mereka mengkhianati Hitler dan menghentikan suplai dana yang
diharapkan dan dibutuhkannya untuk pengembangan instrustri militer.
Penarikan
dukungan di tengah jalan yang dilakukan Yahudi –sebagaimana kebiasaan mereka
–bukan karena kebencian mereka terhadap Hitler dengan Nazinya, atau kecintaan
mereka terhadap perdamaian. Tetapi karena menurut hitung-hitungan mereka Hitler tidak akan mampu
bertahan lama, setelah sebelumnya kemenangan demi kemenangan Nazi pada fase
awal pecahnya perang menggoda mereka untuk memberikan dukungan finansial demi
keuntungan yang akan mereka dapatkan di kemudian hari.
Orang-orang
Yahudi tidak akan bergabung kecuali bersama pihak-pihak yang menjanjikan
keuntungan kapitalis.
Hitler
melakukan penangkapan hanya terhadap golongan borjuis Yahudi, para direktur
bank dan lembaga-lembaga keuangan,
para pebisnis dan saudagar kaya. Apakah jumlah mereka mencapai angka 300.000
orang? Dapat dipastikan itu mustahil dan tidak logis. Lalu dari mana 6 juta
orang yang diklaim orang-orang Yahudi tersebut? Jelas para propagandis Yahudi
tidak sembarang mereka-reka angka tersebut.
Terdapat
beberapa motiv di balik itu, dan yang terpenting ialah melakukan tekanan kepada
masyarakat Eropa secara psikis dan finansial, mendapatkan ganti rugi yang besar
dari pemerintah Jerman. Bantuan tersebut kemudian berperan secar signifikan
mendanai dan menyokong penjajahan Yahudi di Palestina untuk memobilisasi
tentara bayaran, para pakar, senjata, dan kebutuhan-kebutuhan lain untuk
menguatkan kedudukan mereka di Palestina. Demikian siasat licik mereka,
pemerintah Jerman yang kalah perang berkewajiban membayar ganti rugi yang
berkesinambungan kepada mereka atas nama 6 juta orang korban yang direkayasa.
Orang-orang
Yahudi begitu lihai mencermati setiap peluang meraup keuntungan tanpa
memperdulikan rasa kemanusiaan dan empati kepada sesama, karena mereka memang
tidak memilikinya. Pascaperang negara-negara Eropa membutuhkan dana yang sangat
besar untuk melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi pembangunan. Untuk
mendapatkan pinjaman dari Amerika Serikat –yang mana aset Yahudi dilarikan ke
sana –mereka menekan negara-negara tersebut untuk mengakui rekayasa Holocaust
dengan jumlah korban rekaan mereka sebagai fakta.
Orang-orang
yang meragukan angka terebut di sebagian negara Eropa Barat harus diinterogasi
sebagai kriminalis dan dijatuhi hukuman penjara. Peraturan ini dituangkan dalam
perundang-undangan resmi yang mereka sebut Undang-Undang Anti Semit. Yang
bersangkutan kemudian dilarang bekerja di pemerintahan dan memegang jabatan
strategis, demikian juga –secara tidak langsung maupun terang-terangan –dengan keluarganya. Jika sebelumnya
mereka telah bekerja di instansi tertentu, maka mereka tidak diberi kesempatan
untuk meningkatkan karier, sebagai sanksi terhadap antipati mereka kepada
Yahudi.
Kita
tidak menafikan secara mutlak penganiayaan yang dialami oleh orang-orang
Yahudi. Benar, mereka mengalami penganiayaan di Eropa, tetapi tidak separah
yang diilustrasikan propagandis Yahudi yang hendak mendoktrin komunitas dan
generasi penerus mereka bahwa “Yahudi bangsa yang teraniaya,” dan menanamkan
rasa bersalah kepada mereka dalam diri orang-orang Eropa.
Anehnya,
dalam masyarakat Eropa terkenal sebuah tradisi yang disebut “Bohong Bulan
April.” Setiap orang pada bulan ini melontarkan semacam anekdot yang mereka
namakan “Kebohongan Putih.” Pada bulan ini pula ditetapkan satu hari, tepatnya
tanggal 21, sebagai peringatan Holocaust. Pertanyaannya, apakah penetapan
tanggal dalam bulan ini merupakan sebuah kebetulan belaka atau itulah
kebohongan besar bulan April yang sesungguhnya?
No comments:
Write komentar